THR, Antara MENERIMA THR dan MEMBERIKAN THR

THR, Antara MENERIMA THR dan MEMBERIKAN THR


Siapa sih yang bekerja tidak berharap yang namanya THR ?


Dari mulai karyawan toko, swalayan, industri rumahan, hingga yang bekerja di gedung-gedung tinggi perkantoran, hampir semuanya berharap mendapatkan Tunjangan Hari Raya [THR].


Bahkan kalau di kampung saya saja, kalau kita berlangganan berbelanja di salah satu toko di kampung saya, terkadang [bahkan sering] mendapatkan THR juga. Walaupun bentuknya bisa berupa Syrup, atau makanan ringan.


Saya juga mendengar tetangga saya yang bekerja mengayuh becak, ketika jelang lebaran, dirinya juga ramai ketiban rezeqy dari banyak juragan-juragan di pasar yang sering menggunakan jasa becaknya.


Singkatnya, THR di Indonesia memang sudah menjadi sebuah hal yang menjadi budaya, bahkan untuk di tingkat industri maupun perusahaan, THR memang sudah diwajibkan dan diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I No. Per-04/MEN/1994 Tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. [Untuk yang belum tahu bisa baca DISINI]


Karena sudah menjadi sebuah budaya dan sebagian juga memang sudah menjadi kewajiban, maka jika sampai ada perusahaan yang melanggar untuk tidak memberikan THR, maka perusahaan tersebut bisa mendapatkan sanksi dari pemerintah.


Untuk warung-warung di kampung saya sendiri, bagi warung yang tidak memberikan THR kepada para tetangga yang sudah berlangganan berbelanja di tokonya juga tetap kena sanksi. Tapi sanksi kalau di warung di daerah saya, bukan sanksi tegas dari pemerintah, melainkan cukup sanksi sosial :-)


Bentuk sanksi sosial yang saya maksud yaitu berupa, siap dijadikan "obyek" rasanan [omongan] warga :-)


Jadi kalau misalnya ada warung yang tidak kasih THR kepada pelangganya, akan jadi omongan dan buah bibir di masyarakat. Tidak itu saja, setelah lebaran usai, warga juga jadi malas kalau berbelanja di warung yang tidak memberi pelangganya THR saat jelang lebaran.


Sebegitu dahsyatnya THR, tapi pernahkah kita memposisikan atau setidaknya berandai-andai jika kita berada pada posisi yang bukan menerima THR, melainkan menjadi pihak yang memberikan THR.


Mungkin diantara anda pasti akan ada yang "nyletuk", "ya mau banget, itu artinya kan saya jadi Boss".


Oke, itu memang benar, tapi maksud saya, pernahkah diantara kita berfikir dan bermimpi tentang sebuah pengharapan. "Jika hari ini kita menerima THR, tidakkah kita berharap bahwa hari raya yang akan datang semoga saja saya bisa memberi THR kepada karyawan saya?"



Tentunya harapan yang saya maksud bukan harapan asal berharap saja, melainkan sebuah pengharapan yang sungguh-sungguh yang kemudian disertai dengan kerja keras, kerja cerdas dan disertai do'a untuk mewujudkan pengharapan tersebut.


Semoga saja diantara yang membaca tulisanku ini, satu diantaranya [syukur-syukur semua yang ikut membaca dan mengaminkan do'a saya], jika lebaran kali ini kita masih berharap dan menerima THR dari boss kita, Semoga saja lebaran yang akan datang dan seterusnya, kita tidak lagi berharap mendapatkan THR tapi semoga saja justru bisa menjadi orang-orang yang membagi-bagikan THR kepada karyawan kita atau kepada orang lain. Amiiiiiiin


Semoga :-)