Teladan Rela Berkorban Nabi Ibrahim yang Tidak Dijadikan Teladan


Jelang perayaan Hari Raya Idhul Adha 1434 H yang akan berlangsung besok pagi 15 Oktober 2013 seharusnya memberikan kita belajar sejarah dan mengambil hikmah dari kisah teladan Ibrahim.

Sebagaimana kita tahu sebagai umat muslim tentunya sudah hafal dan ingat bagaimana sejarah dan cerita kerelaan Ibrahim dalam rela berkorban untuk sebuah perintah dari Tuhan untuk menyembelih Putra kesayanganya bernama Ismail.

Seorang anak yang sudah bertahun-tahun ditunggu kelahiranya, begitu Ismail sudah beranjak remaja dan sedang di sayang-sayangnya, tiba-tiba muncul perintah untuk menyembelihnya.

Dari kisah ini sebenarnya ada makna yang seharusnya bisa kita ambil hikmahnya. Salah satu hikmah yang bisa kita ambil yaitu rela berkorban Ibrahim dengan anak yang teramat sangat disayanginya tapi demi perintah Tuhan Ibrahim rela melakukanya.

Hingga pada akhirnya Allah mengganti tubuh Ismail yang akan disembelih dengan menggantinya dengan Domba.

Kisah pengorbanan Ibrahim tersebut tentunya bisa menjadi pelajaran dan hikmah untuk kita semua untuk harus bisa merelakan sesuatu yang memang ada sesuatu yang lebih penting dari apa yang kita korbankan.

Berbeda sekali dengan mental dan kepribadian pejabat negeri kita yang hampir rata-rata berbanding balik dengan rasa rela berkorban. Pejabat-pejabat negara yang seharusnya memegang prinsip rela berkorban demi rakyatnya tapi justru saling berebut apa yang bisa mereka ambil untung dari jabatanya.

Tidak hanya meminta gaji tinggi dan fasilitas-fasilitas yang serba mewah, tapi mereka dengan tidak punya rasa malu juga melakukan korupsi berbagai proyek. Begitu hinanya perilaku korup pejabat negeri kita dari pejabat legislatif, eksekutif dan yudikatif dan pejabat negara yang lainya sehingga tidak berlebihan ketika perilaku koruptor tersebut dianggap lebih hina dari perilaku binatang.

Sumpah jabatan yang diucapkan dengan menyebut nama Tuhan pun juga berani dilanggar. Mungkin mereka beranggapan jika Tuhan tidak bisa melihat apa yang mereka kerjakan?

Bahkan yang tidak punya malu lagi ketika dengan membawa partai dakwah sekalipun juga dengan tidak malu lebih mementingkan untuk memperkaya diri mereka dan golongan mereka dengan memanfaatkan jabatanya.

Sebuah kondisi yang sudah teramat sangat parah untuk kita tonton apalagi diwariskan ke anak cucu kita, benar-benar sangat tidak mendidik.

Inilah mungkin ketika sebuah mental seorang para pejabat negara yang selalu menganggap perayaan demi perayaan, kisah demi kisah para nabi dianggap hanya sebatas dongeng pengantar tidur yang mudah untuk dilupakan.

Semoga saja kedepan ada pengharapan akan lahir pejabat-pejabat penyelenggara negara yang tidak hanya mementingkan diri mereka, partai mereka atau golongan mereka dan lebih mementingka serta rela berkorban untuk mensejahterakan masyarakat.

Agama tidak melarang seseorang umat manusia untuk kaya, tapi dengan syarat bisa mempertanggungjawabkan darimana kekayaanya dia dapat, dan untuk apa kekayaan yang dia dapat dimanfaatkan.

Jangan sampai kita terlalu sibuk mengaku-ngaku orang yang lebih tau dan paling tau tentang agama, bahkan mengklaim sebagai orang paling suci, tapi perilakunya justru korupsi.

Selamat Hari Raya Idul Adha 1434 H.

sumber gambar || binaummat.com